Bulan Rabiul Awal ini merupakan bulan yang istimewa. Bagaimana
tidak istimewa?, pada bulan tersebut manusia terbaik, hamba Allah dan
utusan Allah termulia dilahirkan di dunia. Pada 1400 abad yang lalu,
tepatnya pada hari Senin 12 Rabiul Awal 576 M, baginda Nabi Muhammad Saw
dilahirkan dari pasangan Sayyid Abdullah dan Sayyidah Aminah Radliya
Allahu ‘anhuma.
Setiap tahun hari
kelahirannya dirayakan oleh umat Muslim di seluruh penjuru dunia.
Berbagai acara mulai di tingkat desa hingga istana negara
menyelenggaraan perayaan maulid. Lantas bagaimana pendapat para ulama’ 4
madzhab mengenai tradisi perayaan maulid tersebut? Berikut ini kami
rangkum beberapa statemen ulama’ mengenai tradisi tahunan tersebut.
Al-Imam al-Suyuthi dari kalangan ulama’ Syafi’iyyah mengatakan:
هُوَ
مِنَ الْبِدَعِ الْحَسَنَةِ الَّتِيْ يُثَابُ عَلَيْهَا صَاحِبُهَا لِمَا
فِيْهِ مِنْ تَعْظِيْمِ قَدْرِ النَّبِيِّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ
وَسَلَّمَ وَإِظْهَارِ الْفَرَحِ وَالْاِسْتِبْشَارِ بِمَوْلِدِهِ
الشَّرِيْفِ
“Perayaan
maulid termasuk bid’ah yang baik, pelakunya mendapat pahala. Sebab di
dalamnya terdapat sisi mengagungkan derajat Nabi Saw dan menampakan
kegembiraan dengan waktu dilahirkannya Rasulullah Saw”.
Dalam kesempatan yang lain, beliau mengatakan:
يُسْتَحَبُّ
لَنَا إِظْهَارُ الشُّكْرِ بِمَوْلِدِهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ
وَسَلَّمَ وَالْاِجْتِمَاعُ وَإِطْعَامُ الطَّعَامِ وَنَحْوُ ذَلِكَ مِنْ
وُجُوْهِ الْقُرُبَاتِ وَإِظْهَارِ الْمَسَرَّاتِ
“Sunah
bagi kami untuk memperlihatkan rasa syukur dengan cara memperingati
maulid Rasulullah Saw, berkumpul, membagikan makanan dan beberapa hal
lain dari berbagai macam bentuk ibadah dan luapan kegembiraan”.
Dari kalangan Hanafiyyah, Syaikh Ibnu ‘Abidin mengatakan:
اِعْلَمْ
أَنَّ مِنَ الْبِدَعِ الْمَحْمُوْدَةِ عَمَلَ الْمَوْلِدِ الشَّرِيْفِ
مِنَ الشَّهْرِ الَّذِيْ وُلِدَ فِيْهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ
وَسَلَّمَ
“Ketahuilah bahwa salah satu bid’ah yang terpuji adalah perayaan maulid Nabi pada bulan dilahirkan Rasulullah Muhammad Saw”.
Bahkan
setiap tempat yang di dalamnya dibacakan sejarah hidup Nabi Saw, akan
dikelilingi malaikat dan dipenuhi rahmat serta ridla Allah Swt. Al-Imam
Ibnu al-Haj ulama’ dari kalangan madzhab Maliki mengatakan:
مَا
مِنْ بَيْتٍ أَوْ مَحَلٍّ أَوْ مَسْجِدٍ قُرِئَ فِيْهِ مَوْلِدُ
النَّبِيِّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ إِلَّا حَفَّتِ
الْمَلاَئِكَةُ أَهْلَ ذَلِكَ الْمَكَانِ وَعَمَّهُمُ اللهُ تَعَالَى
بِالرَّحْمَةِ وَالرِّضْوَانِ
“Tidaklah
suatu rumah atau tempat yang di dalamnya dibacakan maulid Nabi Saw,
kecuali malaikat mengelilingi penghuni tempat tersebut dan Allah memberi
mereka limpahan rahmat dan keridloan”.
Al-Imam Ibnu Taimiyyah dari kalangan madzhab Hanbali mengatakan:
فَتَعْظِيْمُ
الْمَوْلِدِ وَاتِّخَاذُهُ مَوْسِمًا قَدْ يَفْعَلُهُ بَعْضُ النَّاسِ
وَيَكُوْنُ لَهُ فِيْهِ أَجْرٌ عَظِيْمٌ لِحُسْنِ قَصْدِهِ وَتَعْظِيْمِهِ
لِرَسُوْلِ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ
“Mengagungkan
maulid Nabi dan menjadikannya sebagai hari raya telah dilakukan oleh
sebagian manusia dan mereka mendapat pahala besar atas tradisi tersebut,
karena niat baiknya dan karena telah mengagungkan Rasulullah Saw”.
Bahkan
merayakan maulid Nabi bisa menjadi wajib bila menjadi sarana dakwah
yang efektif untuk menandingi perayaan-perayaan lain yang terdapat
banyak kemunkaran. Al-Syaikh al-Mubasyir al-Tharazi menegaskan:
إِنَّ
الْاِحْتِفَالَ بِذِكْرَى الْمَوْلِدِ النَّبَوِيِّ الشَّرِيْفِ أَصْبَحَ
وَاجِبَا أَسَاسِيًّا لِمُوَاجَهَةِ مَا اسْتُجِدَّ مِنَ الْاِحْتِفَالَاتِ
الضَّارَّةِ فِيْ هَذِهِ الْأَيَّامِ.
“Sesungguhnya
perayaan maulid Nabi menjadi wajib yang bersifat siyasat untuk
menandingi perayaan-perayaan lain yang membahayakan pada hari ini”.
Dari
beberapa keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa tradisi merayakan
maulid Nabi Saw merupakan bid’ah yang baik (disunahkan), meski tidak
pernah dilakukan pada zaman Nabi Saw, karena di dalamnya terdapat sisi
mengagungkan dan kecintaan kepada Rasulullah Saw.
Bahkan,
hukum merayakan maulid bisa menjadi wajib bila menjadi sarana dakwah
yang paling efektif untuk mengimbangi acara-acara yang membahayakan
moral bangsa. (M. Mubasysyarum Bih)
Penjelasan disarikan dari Syekh Yusuf Khathar Muhammad, al-Mausu’ah al-Yusufiyyah, juz. 1, halaman 407