lilinqolbu - Ini cerita tentang seorang pria tua dari seorang anak kecil. Kisah soal shadaqah yang bisa mendatangkan rejeki Allah yang diturunkan melalui sentuhan seorang pengemis. Periatiwa langka untuk saat-saat ini.
Orang itu perpakain sederhana, bahkan cenderung dekil, (mohon maaf) kelihatan lebih mirip pengemis, seorang pria masuk ke pasar Brangkal. Pada pedagang dia meminta barang yang diinginkannya di lapak tersebut. Dengan senang hati si pedagang memberinya, bahkan beberapa pedagang lain berusaha merayu agar mampir ke lapaknya. Pria tersebut tidak menghiraukannya, kecuali lapak yang ingin dimintai sedikit dagangannya dia akan terus berlalu.
begitulah yang kami tahu. Sang Pengemis itu terlihat memilih siapa yang akan dimintainya. Pilihan bebas, sekehendak hatinya tanpa orang bisa memaksa atau merayunya. Saat lewat, para pedagang mungkin berdoa agar pengemis meminta dagangan, uang atau apapun yang diingini. Benar-benar seorang pengemis yang dinanti kedatangannya.
Kami yang masih anak-anak mengenalnya sebagai "Pengemis Pasar Brangkal". Sang pria tua itu memang sering ada di pasar saat ramainya jual beli waktu pagi hingga siang hari. Para pedagang selalu berharap agar orang tua meminta dagangannya karena setelah diminta barang dagangannya akan laris pada hari itu.
Demikian pula para tukang becak akan berebut mengantarkan jika pria berpakaian lecek itu hendak pulang. Para tukang becak berkeyakinan sama, akan dapat penghasilan banyak setelah ditumpanginya. Tampaknya rejeki selalu menghampiri pada siapapun yang pernah "menolongnya".
Tidak jarang, saat bermain bersama sepulang sekolah, kami bertemu dengannya. Namun kami tidak harus berdoa agar bisa bertemu dengannya. Ketika berpapasan dengan pria tua penumpang becak, kami akan meniriakkan kata, "wong ngemis njaluk jajane". Maka disuruhnya berhentilah becak, serta diberikannya makanan kecil yang dibawanya untuk diberikan pada kami. Tentu saja makanan kecil seperti jajan pasar, krupuk atau apa saja yang dibawanya adalah hasil minta di pasar. Tanpa ekspresi, jajan pasar itu diberikannya, tidak marah, tanpa senyum dan tanpa kata-kata.
Sungguh kami tidak tahu bahwa "pengemis pasar Brangkal" itu adalah seorang Kyai yang sangat di hormati. Orang Mojokerto mengenalnya sebagai Mbah Ilyas, kyai nyentrik asal Mojoranu Mojokerto. Banyak yang meyakini Mbah Ilyas memiliki kelebihan, salah satunya adalah apa yang dialami oleh pedagang dan tukang becak tersebut. Mungkin banyak profesi lain juga yang selalu mengharapkan "sentuhannya" pada pintu rejeki.
Sayangnya belum pernah mendengar cerita tentang orang yang menolaknya. Bagaimana bila Mbah Yas meminta kemudian tidak diberi oleh orang yang dimintai ?. Bila orang yang memberi akan mendapat rejeki lalu apa akan menjadi sebaliknya kalau tidak siberi ? Wallahu A'lam. Seoanjang menlalui masa kecil di desa belum pernah telinga ini mendengar kisah bala' beliau.
Mbah Yas meninggal pada usia sepuh, konon umurnya lebih dari 130 tahun. Rentang panjang perjalanan hidup belaiu itu mungkin yang mengikis kisah sebaliknya. Hampir tidak ada orang tidak mengharap didatanginya. Bukan hanya orang Jawa, etnis China di Mojokerto tidak ketinggalan menyambut datangnya Mbah Yas di depan lapaknya.
Sekarang sudah 29 tahun yang lalu, beliau wafat dengan membawa karomahnya. Sekarang kami rindu untuk meneriakkan "Wong ngemis njaluk jajane..!!"
Dan kini kita tahu bahwa Putra-putra beliau juga bukan orang sembarangan. Ada Mbah Mundzir (almarhum) dan KH Khusen Ilyas. KH khusen adalah kyai kharismatis Mojokerto yang sering di datangi oleh Gus Dur semasa masih hidup, sekarang Gus Khusen Ilyas dipercaya menjadi Rois Syuriyah PC NU Kabupaten Mojokerto.
Kedungsari, 18 Pebruari 2014
Sumber Fb Serpihan Catatan Ayuhanafiq